Pasal 12 |
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan |
Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan isyarat yang senantiasa dipenuhi, untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak di perlukan dalam hubungan dokter pasien. Soal ini dibahas secara mendalam disini dan isinya hampir seluruhnya diambil dan uraian anggota "Dewan Pelindung Susila Kedokteran" Prof. Sutomo Tjokronegono. Sejak dahulu kala terdapat beberapa jabatan tertentu yang mewajibkan para pejabatnya untuk merahasiakan segala sesuatu yang bersangkutan dengan pekerjaan mereka. Kewajiban tersebut bendasarkan baik pada kepentingan umum maupun kepentingan perorangan. Termasuk ke dalam golongan pejabat tertentu ialah pejabat tinggi negara, pejabat militer, pendeta, pengacara dan beberapa pejabat dalam dunia kedokteran seperti dokter, dokter gigi, ahli farmasi, bidan dan perawat. Pada umumnya, kewajiban seorang pejabat untuk merahasiakan hal-hal yang diketahuinya adalah karena tanggung jawabnya mengharuskannya demikian. Untuk itu, setiap pelantikan dalam jabatan senantiasa dilakukan pengambilan sumpah antara lain berintikan kesanggupan untuk menyimpan rahasia jabatan, karena kebocoran rahasia jabatan dapat mengakibatkan gangguan stabilitas ataupun kerugian dipihak lain, yang dapat dituntut dalam pengadilan militer dan sebagainya tergantung dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kebocoran rahasia dalam jabatan dokter dapat berakibat kerugian pihak berkepentingan dan mungkin dapat berakibat tuntutan kepengadilan, terlebih dalam masyarakat yang telah maju, menyebabkan seorang kehilangan pekerjaannya. Tinjauan lebih lanjut tentang rahasia jabatan dokter Sudah sejak jaman kuno, norma-norma kesusilaan yang menjadi pegangan para dokter ialah sumpah yang diciptakan oleh "Bapak Ilmu Kedokteran" Hippocrates (469 - 377 S.M). Sumpah Hippocrates yang umurnya telah berabad-abad itu, maknanya tersimpul dalam "segala sesuatu yang kulihat dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia". Untuk memahami soal rahasia jabatan dan Sumpah Dokter yang akan diuraikan lebih lanjut sebaiknya dibaca Sumpah Hippocrates selengkapnya yang telah dialih-bahasakan ke dalam bahasa lnggris. Berikut ini dicantumkan hanya salah satu pasal tentang rahasia jabatan Dokter yang bunyinya sebagai berikut : "Saya tidak akan menyebarkan segala sesuatu yang mungkin saya dengar atau yang mungkin saya lihat dalam kehidupan pasien-pasien saya, baik waktu menjalankan tugas jabatan saya maupun di luar waktu menjalankan tugas jabatan itu. Semua itu akan saya pelihara sebagal rahasia". Norma-norma kesusilaan yang bersumber pada Sumpah Hippocrates tersebut diatas, kemudian dianggap tidak mencukupi karena banyaknya kelakukan dan tabiat perseorangan, yang sudah barang tentu sangat berbeda-beda dan tidak selalu baik. Oleh karena itu, di berbagai negeri ditegakkan norma-norma hukum. Norma-norma hukum itu pada umumnya disusun untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan sehingga dapat menjamin kepentingan masyarakat. Setiap anggota masyarakat, di negeri manapun juga menghendaki agar derajat kesehatan yang baik. Derajat kesehatan yang baik dapat tercapai jika setiap anggota masyarakat dengan perasaan bebas dapat mengunjungi dokter, mengemukakan dengan hati terbuka segala keluhan tentang penderitaannya, baik jasmani maupun rohani agar mendapat pengobatan yang sesuai. Rangkaian tersebut di atas hanya mungkin terjadi, bila setiap pasien di atas hanya menaruh kepercayaan sepenuhya kepada dokter yang memeriksanya, tanpa perasaan takut atau khawatir, bahwa dokter tersebut akan memberitahukan hal-hal mengenai penyakit kepada orang lain. Jika kepercayaan itu tidak ada, maka tidak mustahil bahwa orang yang sakit akan segan pergi ke dokter, karena khawatir bahwa penyakitnya yang mungkin sama sekali mereka sembunyikan, kelak diketahui oleh umum. Perasaan takut dan khawatir itu dapat menjadi salah satu penyebab penting dan tingginya angka sakit di masyarakat. OIeh karena itu, rahasia jabatan dokter berarti sendi utama bagi tercapamnya keadaan sehat bagi setiap anggota masyarakat. Berdasarkan pikiran tersebut di atas, norma-norma kesusilaan yang telah ada dikuatkan dengan norma-norma hukum, yang kemudian dicantumkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satu diantara peraturan itu diwujudkan dalam sumpah atau janji dokter, yang harus diucapkan oleh setiap mahasiswa kedokteran waktu Ia lulus ujian dokternya dan menerima ijazah. Karena sumpah Hippocrates telah mengandung norma kesusilaan yang selayaknya dan yang bermutu tinggi, maka mudahlah dipahami bahwa dengan sendirinya maknanya dimasukkan ke dalam lafal sumpah dokter atau janji yang harus diucapkan itu. Walaupun di berbagai negara lafal atau janji ini berbeda-beda dan tidak sama bunyinya, dalam garis besarnya berpokok sama yaitu mengandung makna sumpah Hippocrates. Sebelum kita tinjau satu persatu seluruh peraturan dan undang-undang yang menentukan norma-norma hukum rahasia jabatan pada umumnya dan norma-norma hukum rahasia jabatan dokter khususnya, dan permulaan harus kita insyafi akan satu hak asasi yang sangat penting. Hak asasi yang sangat penting itu, sayang sekali tidak diketahui atau disadari, tidak hanya di luar, melainkan di dalam dunia kedokteran sendiri. Hak asasi itu, yang telah ditegaskan pada permulaan uraian ini, ialah bahwa "kewajiban untuk menyimpan rahasia pokoknya adalah kewajiban moral, yang telah lama ada sebelum diadakan peraturan atau undang-undang yang mengatur soal ini". Oleh karena itu tidaklah mungkin bila rahasia jabatan itu didasarkan pada sumpah atau janji. Dan mula-mula harus sudah kita insyafi bahwa rahasia jabatan dokter terutama berpokok pada kewajiban moril yang sekali-kali tidak perlu didasarkan pada sumpah atau janji apapun. Rahasia jabatan dokter ialah suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala pekerjaan yang bersangkutan dengan ilmu kedokteran seluruhnya. Oleh karena itu kita harus insyaf I pula bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul atau sedikit-dikitnya mengetahui keadaan pasien, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah/janji secara resmi,- sudah selayaknya berkewajiban juga untuk menunjung tinggi rahasia jabatan itu. Mereka itu antara lain mahasiswa kedokteran, perawat dan karyawan bidang kesehatan lainnya. Selanjutnya yang ditinjau norma-norma hukum yang bersangkutan dengan rahasia jabatan. Pelanggaran norma-norma kesusilaan, seperti telah diuraikan di atas, tidak diancam oleh hukum, kecuali mungkin dihukum oleh masyarakat. Sedangkan pelanggaran norma hukum berakibat ancaman hukuman. Hukuman umumnya dijatuhkan oleh hakim setelah soal yang bersangkutan menjadi perkara pengadilan dan terbukti adanya pelanggaran hukum. Cara mengadakan dan mengatur norma-norma hukum itu dalam berbagai negara berbeda-beda sehingga ada yang menimbulkan kebingungan pada yang berkepentingan. Hal itu disebabkan oleh susunan peraturan atau undang-undang yang bersangkutan dapat ditafsirkan berlainan dengan yang sebenarnya. Hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim, dapat berupa hukuman pidana dan atau hukum perdata. Untuk memahami soal rahasia jabatan yang ditinjau dan sudut hukum ini, ada baiknya kita bagi perilaku dokter dalam |
|
Ad. a : Ada Perilaku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari. |
Dalam hal ini perlu diperhatikan ialah: |
|
Ad.b Perilaku dalam keadaan khusus |
Menurut hukum, setiap warga negara dapat dipanggil untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai saksi ahli. Maka dapat terjadi bahwa seorang yang mempunyal keahlian umpamanya seorang dokter dipanggil sebagai saksi, sebagal ahli atau sekaligus sebagai saksi (expert witness). Sebagai saksi atau saksi ahli, mungkmn sekali ia diharuskan memberi keterangan tentang seseorang (umpamanya terdakwa) yang sebelum itu telah pernah menjadi pasien yang ditanganmnya. Ini berarti Ia seolah-olah melanggan rahasia jabatannya. Kejadian yang bertentangan mi crapat dihindarkan karena adanya hak undur din dimana ia mendapat perlindungan hukum berdasarkan Menurut Pasal 170 KUHP |
|
Penegakan hak undur din dapat dianggap sebagai pengakuan para ahli hukum, bahwa kedudukan jabatan itu harus dijamin sebaik-baiknya. Hal tersebut membebaskan seorang dokter untuk menjadi saksi ahIl dan kewajibannya untuk membuka rahasia jabatan, namun pembebasan itu tidak selalu datang dengan sendirinya. Dalam hal ini mungkin sekali timbul pertentangan keras antana pendapat dokter dengan pendapat hakim, yakni bila hakim tidak dapat menerima alasan yang dikemukakan oleh dokter untuk menggunakan hak undur dirinya, karena ia berkeyakinan bahwa keterangan yang harus dibenikan itu melanggar rahasia jabatannya. Bagi dokter, pedoman yang harus menentukan sikapnya tetap ialah bahwa nahasia jabatan dokter itu pertamatama dan terutama adalah kewajiban moril yakni alasan untuk melepaskan rahasia jabatan dan pertimbangan sehat atas ada atau tidak adanya kepentingan hukum. Umpamanya seorang dokten sebagai saksi harus membenikan keterangan mengenai seseonang yang telah diperiksa dan diobatinya karena mendenita luka-luka. Pada sidang pengadilan diketahui bahwa ternyata pasien itu adalah seorang penjahat besar yang melakukan tindakan pidananya. Keterangan dokter itu sangat diperlukan oleh pengadilan agar rangkaian bukti menjadi lengkap. Kita mudah mengerti bahwa dalam hal demikian dokten itu wajib membeni keterangan, agar masyarakat dapat dihindankan dan kejahatan-kejahatan yang lain yang mungkmn dilakukan bila Ia dibebaskan. Pada peristiwa seperti tensebut di atas, kita harus sadar bahwa rahasia jabatan dokter bukanlah maksud untuk melmndungi kejahatan. Golongan yang berpendinian mutlak-mutlakan, yang juga dalam hal serupa tidak sudi melepaskan rahasia jabatannya, bukan saja bertentangan dengan tujuan yaitu menjamin kepentingan umum, malahan sebaliknya membahayakannya. Untuk mengetahui apakah juga ada penyelenggaraan pasal 322 KUHP yang dapat dibebaskan dan ancaman hukuman, perlu kita tinjau beberapa pasal dalam KUHP yang semuanya termasuk pelanggaran undangundang yang tidak dihukum. |
Beberapa Pasal itu adalah: |
|
Mengenai pasal 48 KUHP yang dalam bahasa Belanda yang asli : "Artikel 48 wet boek van strafrecht is hij, die een feit begaat waartoe hij door overmachti gedwongen". Sayang sekali pasal yang sangat penting untuk tafsiran banyak soal yarn sulit mengenai rahasia jabatan dokter ini belum ada terjemahannya yang tepat ke dalam bahasa Indonesia terutama mengenai kata "overmacht". Dalam buku Engelbrecht, kitab undang-undang dan peraturan-peraturan serta undang undang dasar sementara terbitan 1954, kata "overmacht" diterjemahkan dengan "berat lawan". Dalam kitab Himpunan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1956 oleh Kementerian Penerangan "Overmacht" diterjemahkan sebagai "suatu sebab paksaan". Untuk sementara dipergunakan kata yang dianggap tepat, yakni "adi paksa" yang didapat dari saudara Mr. Moedigdo Moeliono, pimpinan Lembaga Kriminologi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Indonesia Jakarta. Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud alam pasal 41 KUHP ini bukanlah "adi paksa mutlak" (absolut overmacht). Seorang mengalami adi paksa mutlak bila ia dihadapkan kepada kekerasan atau tekanan jasmani atau rohani sedemikan, hingga ia tidak berdaya lagi dan kehilangan kehendak (willoos) untuk tindakan pidana yang melakukan pelanggaran hukum. Pada kenyataan adi paksa nisbi, yang kebanyakan terjadi karena adanya tekanan rohani, timbulnya keadaan terpaksa atau darurat, sehingga yang bersangkutan berbuat sesuatu yang pasti tidak akan diperbuatnya, jika keadaan terpaksa atau darurat itu tidak ada. Keadaan serupa ini menjadi sebab timbuInya pertentangan dalam jiwa orang yang bersangkutan (konflik) yang hanya dapat diatasi bila ia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Hal ini biasa berarti pengorbanan kepentingan pihak lain. |
Beberapa contoh praktek dan pertentangan serupa adalah: |
|
Dalam hal yang demikian, yang dapat dijadikan pegangan ialah perhitungan dan pertimbangan yang matang untuk menentukan apa yang harus diutamakan. |
20111118
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar