20111118

PEDOMAN PELAKSANAAN KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA MUKADIMAH

PEDOMAN PELAKSANAAN
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

MUKADIMAH
Mukadimah KODEKI menunjukkan bahwa profesi dokter sejak perintisannya telah membuktikan sebagai profesi yang luhur dan mulia.
Keluhuran dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat dasar yang harus ditunjukkan oleh setiap dokter yaitu :
  1. Sifat ketuhanan.
  2. Kemurnian niat.
  3. Keluhuran budi
  4. Kerendahan hati.
  5. Kesungguhan kerja
  6. Integritas ilmiah dan sosial.
Dalam mengamalkan profesinya, setiap dokter akan berhubungan dengan manusia yang sedang mengharapkan pertolongan dalam suatu hubungan kesepakatan terapeutik.

Agar dalam hubungan tersebut keenam sifat dasar di atas dapat tetap terjaga, maka disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman pelaksanaan profesi.

Kode Etik Kedokteran Indonesia didasarkan pada asas-asas hidup bermasyarakat, yaitu Pancasila yang telah sama-sama diakui oleh Bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup bangsa.

KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Penjelasan dan pedoman pelaksanaan

Sebagai hasil Muktamar Ikatan Dokter Sedunia (WMA) di Geneva pada bulan September 1948, dikeluarkan suatu pernyataan yang kemudian diamandir di Sydney bulan Agustus 1968.

Pernyataan tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Sya’ra Departemen Kesehatan RI dan Panitia Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Indonesia, kemudian dikukuhkan oleh Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1960 dan disempurnakan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II yang diselengarakan pada tanggal 14-16 Desember 1981 di Jakarta dan diterima sebagai lafal Sumpah Dokter Indonesia. Lafal ini disempurnakan lagi pada Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Majelis Pertimbangan dan Pembelaan Anggota (MP2A), 20-22 Mei 1993.

Perkembangan mendasar terjadi pada WMA General Assembly di Stockholm yang ke 46, September 1994, terutama yang berkaitan dengan butir sumpah yang menyatakan Saya akan menjaga, memelihara dan menghormati setiap hidup insani mulai dan (saat pembuahan atau awal kehidupan). Lokakarya Ratifikasi Amandemen Deklarasi Geneva tentang sumpah dokter ini untuk dokter di Indonesia telah dilakukan oleh MKEK pada bulan Oktober 2000, dengan merekomendasikan mengganti kalimat saat pembuahan yang selama ini dipergunakan dalam angkat sumpah dokter Indonesia, menjadi awal kehidupan. Pertentangan tentang penggantian kalimat pada butir ini muncul pada saat Muktamar IDI XXIV Tahun 2000, sehingga mengamanatkan PB IDI periode kepengurusan 2000-2003, untuk menyelenggarakan pertemuan Khusus untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Melalui Mukernas Etika Kedokteran III, Mei 2001, permasalahan ini masih belum dapat diselesaikan, sehingga diputuskan tetap memakai lafal sumpah sebagaimana yang tertera di bawah ini (sambil menunggu hasil referendum dan anggota IDI untuk memilih a). apakah pasal ini dihapuskan saja; b). Saya akan menjaga, memelihara dan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan; c). Saya akan menjaga, memelihara dan menghormati setiap kehidupan insani ...; d). Saya akan menjaga, memelihara dan menghormati setiap hidup insani ... mulai dan awal kehidupan).
Demi Allah saya bersumpah, bahwa:
  1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
  2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
  3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
  4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
  5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusian, sekalipun di ancam.
  6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dan saat pembuahan.
  7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
  8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
  9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
  10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung.
  11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
  12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Pengambilan Sumpah Dokter :
Pengambilan sumpah dokter merupakan saat yang sangat penting artinya bagi seorang dokter, karena pada kesempatan ini ia berikrar bahwa dalam mengamalkan profesinya, ia akan selalu mendasarmnya dengan kesanggupan yang telah diucapkannya sebagai sumpah. Oleh karena itu upacara pengambilan sumpah hendaknya dilaksanakan dalam suasana yang hikmat.

Suasana hikmat dapat diwujudkan bila upacara pengambilan sumpah dilaksanakan secara khusus, mendahului acara pelantikan dokter.

Untuk yang beragama Islam, "Demi Allah saya bersumpah". Untuk penganut agama lain mengucapkan lafal yang diharuskan sesuai yang ditentukan oleh agama masing-masing. Sesudah itu lafal sumpah di ucapkan secara bersam asama dan semua peserta pengambilan sumpah.

Bagi mereka yang tidak mengucapkan sumpah, perkataan sumpah di ganti dengan janji.
Yang wajib mengambil sumpah.
Semua dokter Indonesia. Lulusan pendidikan dalam negeri maupun luar negeri wajib mengambil sumpah dokter.

Mahasiswa asing yang belajar di Perguruan Tinggi Kedokteran Indonesia juga diharuskan mengambil sumpah dokter Indonesia.

Dokter asing tidak harus diambil sumpahnya karena tamu, ia menjadi tanggung jawab instansi yang memperkerjakannya. Dokter asing yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat Indonesia, harus tunduk pada KODEKI.
Penjelasan beberapa hal yang berkaitan dengan lafal sumpah dokter
Beberapa kata dalam sumpah dokter, yang memerlukan penjelasan antara lain :
  1. Dalam pengertian "Guru-guru saya", termasuk juga mereka yang pernah menjadi guru / dosennya.
  2. Dalam ikrar sumpah yang keempat, dikemukakan bahwa dalam menjalankan tugas seorang dokter akan mengutamakan kepentingan masyarakat.

    Dalam pengertian inl tak berarti bahwa kepentingan individu pasien dikorbankan demi kepentingan masyarakat tetapi harus ada keseimbangan pertimbangan antara keduanya.

    Contoh ekses yang dapat timbul :

    Seorang dokter melakukan eksperimen pada pasiennya tanpa memperhatikan keselamatan pasien tersebut demi kepentingan masyarakat (Neurenberg trial).

    Pelayanan KB massal kadang-kadang menyampingkan kepentingan individu demi kepentingan masyarakat luas.
    Dalam perang dibenarkan adanya korban prajurit demi kepentingan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar