Tidak disangsikan lagi popularitas Google. Bahkan, sedemikian ampuhnya situs itu sebagai penyedia jawaban atas berbagai hal yang hendak dicari oleh pengguna internet. Ancaman Google yang berniat hengkang dari China cukup mengusik perhatian.
Ancaman perusahaan situs internet yang merupakan salah satu terbesar di dunia itu dipicu oleh sikap China yang tetap memberlakukan penyensoran. Google Inc adalah penyedia situs pencari asal Amerika Serikat yang paling populer saat ini. Ancaman tersebut membuat gusar pemerintahan Washington yang balik menggertak dengan menyatakan hal itu sebagai masalah serius dan meminta penjelasan Beijing.
Hal tersebut semakin meningkatkan ketegangan antara China dan Amerika Serikat. Diyakini, perselisihan itu sesungguhnya bukan bertumpu semata-mata pada persoalan internet, melainkan merupakan sinyal makin meruncingnya konflik kepentingan antara dua raksasa dunia, China dan Amerika.
Hubungan kedua negara itu telah banyak mengalami pasang surut dan ketegangan. China dan AS sering berbeda pendapat menyangkut masalah perubahan iklim, perdagangan, hak asasi manusia, persaingan dagang, dan ambisi militer. Perselisihan dan persaingan itu cenderung memburuk. Dengan kemajuan pesat yang digenggamnya saat ini, China berambisi menguasai dunia, sementara AS yang masih mengklaim sebagai adidaya menyikapi kebangkitan China dengan penuh kekhawatiran akan tumbangnya dominasi mereka.
Ketegangan terkait masalah internet ini akan cepat meluas dan berkembang rumit. Sikap Beijing yang bersikukuh tetap memberlakukan penyensoran atas internet menunjukkan sinyal kebijakan nonkompromi berhadapan dengan kepentingan Washington. Bagi China, kendali atas opini publik yang sangat mungkin dipengaruhi oleh arus informasi online merupakan prasyarat yang tidak bisa ditawar. Di tengah desakan demokrasi dan kebebasan informasi, Beijing termasuk yang masih ketat mengontrol persebaran informasi.
Kasus itu bisa memperburuk ketegangan antara kedua negara. Fokus yang hendak disorot di sini adalah, siapkah kita menyikapi dan menghadapi setiap dampak dari tarik-menarik kepentingan dua raksasa itu? Pertanyaan itu menjadi penting, karena kepentingan negara berkembang bisa tergerus dalam pertarungan kepentingan mereka. Saat ini saja, Indonesia sedang cemas dengan pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN - China, yang bisa memukul perekonomian akibat banjir produk murah dari China.
Kita menggaris-bawahi pernyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pekan lalu, yang mengakui politik luar negeri Indonesia berada di persimpangan jalan. Artinya, kita sedang dalam kondisi kebingungan ke mana hendak mengarahkan langkah. Sementara itu, China telah berhasil menerapkan mixed regime, gabungan partisipasi rakyat dengan hirarki dan kontrol elite. Ketika negara-negara lain sedang berlomba-lomba, saatnya kita menentukan sikap supaya tidak terlindas dalam konflik kepentingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar